Senin, 11 Maret 2013

Anda Semua adalah Hamba Allah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa­sanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu mengatakan: ‘abdi’ (budak laki-laki saya) dan ‘amati’ (budak perempuan saya). Kalian semua adalah hamba Allah dan semua wanita kalian adalah hamba Allah. Tetapi hendaklah ia mengatakan: ‘ghulami’ (pembantu laki-laki saya), ‘jariyati’ (pembantu perempuan saya), ‘fataya’ (pemuda saya), dan ‘fatati’ (pemudi saya).” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:
Ini adalah pembebasan dini yang diberikan oleh Islam kepada setiap wanita dan pria dari segala perlakuan yang tidak manusiawi atau tindakan yang merusak harkat dan martabatnya. Hal itu berlaku bagi siapa saja, termasuk jika yang bersangkutan menjadi pembantu atau melakukan pekerjaan apa pun untuk orang lain.
Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini tidak hanya berlaku pada ucapan saja, melainkan juga berlaku pada perlakuan. Hal itu terlihat jelas di dalam sabda beliau, “Kalian semua adalah hamba Allah dan semua wanita kalian adalah hamba Allah.” Karena selama kita semua sama-sama menjadi hamba Allah, maka tidak ada seorang pun yang berhak menguasai orang lain untuk dijadikan sebagai budak atau hambanya.

Imam An-Nawawi mengatakan, “Seorang tuan (pemilik budak) tidak boleh memanggil budaknya dengan, ‘abdi’ (budak laki-laki saya) dan ‘amati’ (budak peremuan saya). Seharusnya dia memanggilnya dengan, ‘ghulami’ (pembantu laki-laki saya), ‘jariyati’ (pembantu perempuan saya), ‘fataya’ (pemuda saya), dan ‘fatati’ (pemudi saya). Alasannya ialah karena secara esensial hanya Allah-lah yang berhak menjadikan manusia sebagai budak atau hamba. Juga karena kata­kata tersebut mengandung makna pengagungan kepada diri sendiri dengan sifat yang tidak selayaknya disandang oleh manusia.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sudah menjelaskan tentang illat (alasan) di balik larangan itu dengan sabdanya, “Kalian semua adalah hamba Allah”. Karenanya beliau melarang menyombongkan diri kepada orang lain dengan ucapan, perbuatan, pemanjangan kain, dan lain-lain.

Sedangkan kata-kata, ‘ghulami‘ (pembantu laki-laki saya), ‘jariyati‘ (pembantu perempuan saya), ‘fataya‘ (pemuda saya), dan ‘fatati‘ (pemudi saya) tidak menunjukkan makna kepemilikan sebagaimana kata ‘abdi‘ (budak saya) -meski kata-kata itu bisa digunakan untuk menyebut orang merdeka dan budak belian- tetapi hanya menunjukkan kekhususan saja.

Allah berfirman (yang artinya),

“Dan ketika Musa berkata kepada muridnya.” (QS. Al-Kahfi: 60)

“Yusuf berkata kepada para pemudanya” (QS. Yusuf: 62)

“Mereka berkata, ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini.” (QS. Al-Anbiya’: 60)

Sedangkan penggunaan kata jariyah untuk menyebut wanita merdeka yang masih kecil sangat populer di masa jahiliyah maupun di masa Islam. Tampaknya yang dilarang adalah menggunakan kata-kata panggilan itu dengan rasa sombong dan angkuh, bukan sekedar memberi­kan penjelasan atau pengenalan. (Shahih Muslim bi SyarhiAn-Nawawi,15/17)

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk bersikap sombong dan angkuh kepada pembantu wanita, maka bersikap sombong dan angkuh kepada istri, saudara perempuan dan anak perempuan pasti lebih keras larangannya. Itulah yang diserukan dan ditekankan oleh ayat-ayat al­-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Larangan itu tidak hanya berlaku bagi laki-­laki saja, melainkan juga berlaku bagi kaum wanita. Dus, wanita dilarang bersikap sombong dan angkuh kepada pembantu wanitanya, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan wanita pemilik rumah bahwa dia dan pembantu wanitanya sama-sama hamba Allah. Beliau bersabda, “dan semua wanita kalian adalah hamba Allah.”

Perlakuan buruk yang banyak dilakukan oleh para pembantu kepada anak-anak sesungguhnya merupakan balas dendam terhadap sikap sombong dan angkuh yang ditunjukkan oleh tuan rumah kepada pembantu­nya. Dan tidak sedikit perlakuan buruk itu sampai kepada tindakan kriminal. Ini yang banyak di ekspos di surat kabar dan majalah pada tahun­-tahun belakangan ini.

Minggu, 20 Januari 2013

Keutamaan Bacaan Istighfar


Keutamaan Bacaan Istighfar
Seorang pria mendatangi imam masjid Nabawi di kota Madinah, Saudi Arabia. Kepada sang imam, pria tersebut mengatakan bahwa ia telah beberapa tahun menikah namun belum juga dikarunia keturunan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Berbagai terapi medis dan alternatif telah dijalaninya bersama istri tercinta agar segera memperoleh momongan. Tetapi semua usaha (ikhtiar) tersebut belum membuahkan hasil. Pria tersebut mengharapkan agar sang imam berkenan untuk mendoakannya agar Allah subhanahu wata’ala segera memberinya keturunan.
Sang imam pun bersedia untuk mendoakan pria tersebut. Namun beliau juga meminta pria itu agar tetap berdoa serta rajin membaca istighfar. Sang pria yang belum dikaruniai anak itu menuruti nasehat sang imam. Ia semakin rajin berdoa serta banyak membaca istighfar. Beberapa pekan kemudian pria itu mendatangi sang imam dengan wajah berseri-seri dan mengatakan kalau istrinya telah positif hamil.

Berita menggembirakan tersebut kemudian sampai kepada sejumlah dokter ahli kandungan di negara pengekspor minyak itu. Mereka pun mengadakan penelitian khusus untuk mengetahui hubungan antara bacaan istighfar dengan kesuburan sistem reproduksi seseorang. Setelah beberapa lama mengadakan penelitian, para ahli kandungan Saudi Arabia berhasil mendapatkan jawabannya. Ternyata semakin sering seorang pria membaca istighfar secara lengkap (astaghfirullahaladzim), maka tulang belakangnya akan semakin kuat. Dalam tinjauan medis, kekuatan tulang belakang seorang pria akan mempengaruhi berhasil-tidaknya proses ‘pembuahan’.

Subhanallah, kisah nyata tersebut semakin menguatkan kita bahwa segala perintah-Nya senantiasa mengandung hikmah dan manfaat bagi kita sendiri. Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk senantiasa beristighfar, bahkan tidak kurang dari 99 ayat di dalam Al Qur’an yang berisi perintah maupun penjelasan tentang istighfar. Dengan beristighfar, berarti kita bertaubat atas segala dosa yang kita lakukan. Dan sesungguhnya Allah subahanu wata’ala sangat gembira apabila ada hamba-Nya yang bertaubat. Kegembiraan Allah subhanahu wata’ala direalisasikan dalam bentuk ampunan (QS An Nisaa’ : 110).

Selain memberikan ampunan, ada berbagai keutamaan lain yang Dia berikan bagi hamba-Nya yang beristighfar. Sebagian kecil keutamaan itu dapat kita baca dalam salah satu ayat suci-Nya : “Beristighfar (mohonlah ampunan) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 10-12).
Para mufassir (ahli tafsir Al Qur’an) mengatakan bahwa yang dimaksud ‘kebun-kebun’ dalam ayat di atas adalah harta benda yang banyak. Dengan demikian, seseorang yang rajin beristighfar akan dikaruniai harta yang banyak dan berkah. Allah subhanahu wata’ala pun akan selalu memberikan jalan keluar atas segala kesulitan yang kita hadapi apabila kita senantiasa membaca istighfar dalam berbagai aktivitas keseharian kita. Hal tersebut dinyatakan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam : “Barangsiapa senantiasa membaca istighfar, maka Allah akan menjadikan baginya dari tiap-tiap kesulitan  suatu jalan keluar, dan dari setiap kesusahan suatu jalan keluar, serta Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga.” (HR. Muslim).

Sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, marilah kita jadikan bulan suci Ramadhan ini sebagai momentum untuk semakin banyak berdzikir, terutama membaca bacaan istighfar. 
Marilah kita raih berbagai keutamaan istighfar bagi kebahagiaan kita di dunia maupun di akhirat kelak. Dan mudah-mudahan dengan istighfar yang senantiasa kita ucapkan, segala musibah / problematika yang menimpa umat Islam dan bangsa Indonesia dapat segera diganti dengan berbagai nikmat dari-Nya. Wallahua’lam.(Muhammad Nurhidayat)
(http://wahdah.or.id/kajian-dasar/ibadah/keutamaan-bacaan-istighfar103.html)

Sabtu, 19 Januari 2013

Mencintai Sholat Malam


shalat malam
Malam hari adalah lapangan kebaikan bagi orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi, waktu dambaan ahli ibadah dalam mencari bekal yang terbaik guna mengarungi lautan hidup. Sementara mereka yang tidak memiliki cita-cita agung larut dalam  kubangan maksiat bersama senandung iblis dan setan. Mereka lupa menyiapkan diri dan jiwa menghadapi hari yang teramat berat beban hitungannya
Sebagian orang soleh terdahulu berkata: “bagaimana mungkin mereka berharap selamat dari beratnya timbangan amal sementara mereka tidur di malam hari dan bermain-main di siang hari”. Sungguh amat menyedihkan keadaan manusia zaman ini, menghabiskan waktu siang dan malamnya dalam permainan yang tak bermakna.
Keheningan malam adalah waktu terbaik bagi kita untuk menata hati, mengobati, merenungi apa yang telah berlalu, mengatur derap langkahnya menuju kesuksesan dunia akhirat.
KEUTAMAAN SHALAT MALAM
  • Memohon ampunan
Shalat malam akan menghidupkan hati yang mati, membangkitkan semangat yang mulai kendur, mendekatkan diri kepada Allah, memutus dosa, mengampuni dosa dan mengobati rasa hasud.
“…Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).”(QS. Adz-Dzariyat: 18-19).
  • Amat dekat dengan Allah
“keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah saat ia dalam sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada sepertiga malam yang akhir. Karena itu,  jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu maka jadilah.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan di-shahih-kan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani).
  • Allah turun ke langit bumi
Allah  turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan, dan siapa yang yang memohon ampun kepadaKu, maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari, Muslim)
  • Waktu memohon rahmat
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9).
  • Shalat sunnah terbaik
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
  • Kebiasaan orang soleh
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
  • Menghapus dosa
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Shalat hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa.” Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala,
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, …” (HR. Imam Ahmad dalam Al Fathur Robbani 18/231.)
  • Cahaya pada hari kiamat
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid atau pulang dari masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam An-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang dipersiapkan untuk tamu.”
(http://wahdah.or.id/kajian-dasar/ibadah.html)

Muslim di Iqaluit, Kanada, Berusaha Untuk Membangun Masjid Karena Jamaah Terus Meningkat


muslim kanada
Umat Islam di belahan bumi Utara, tepatnya di kota Iqaluit, dekat dengan Lingkaran Kutub Utara, sedang berusaha untuk membangun masjid pertama mereka. Komunitas Muslim minoritas ini membutuhkan tempat yang lebih luas untuk melaksanakan shalat berjamaah dan juga perkumpulan Muslim.
"Kami adalah masyarakat kecil sekitar 80 hingga 100 Muslim," ujar Syed Asif Ali, presiden Masyarakat Islam di Nunavut, kepada koresponden Onislam.net.
"Iqaluit adalah wilayah ibukota Nunavut dan memiliki populasi sekitar 8.000 orang," terangnya. Nunavut adalah sebuah wilayah luas di Kanada Utara yang merentang di sepanjang sebagian besar Artik Kanada dan memiliki populasi 33.000 orang.
Umat Muslim setempat sangat membutuhkan masjid untuk menampung jamaah yang terus bertambah. "Kami memulai shalat di salah satu rumah, tetapi selama beberapa tahun terakhir jumlah Muslim meningkat," kata Ali.
Setelah Muslim Nunavut membentuk organisasi Masyarakat Islam Nunavut pada 2009 dan telah tercatat resmi di pemerintahan sejak Oktober 2009, mereka berusaha melalui jalur resmi untuk membangun masjid.
"Kami telah melalui banyak opsi seperti membeli sebuah rumah dan mengubahnya menjadi masjid, tetapi kami telah dihubungi oleh pejabat kota dan mereka telah menemukan lahan untuk masjid," tambah Ali.
Meskipun banyak tahap dalam proses persetujuan yang masih harus dilalui tetapi Masyarakat Islam Nunavut yakin pengajuan mereka untuk membangun masjid akan diterima.
Dalam pembangunan masjid pertama ini, Zubaidah Tallab Foundation, sebuah badan amal yang berbasi di Manitoba, menawarkan bantuan dengan mengirim bahan-bahan bangunan dan bahkan menyediakan kontraktornya.
Diharapkan masjid pertama di Iqaluit ini akan segera terwujud. Walaupun Muslim Iqaluit masih mengumpulkan dana sumbangan hingga sekitar USD 200.000 untuk membayar tanah yang akan dibangun masjid dan untuk layanan air dan listrik.
sumber : arrahmah.com

Ini Hasil Kesepakatan Fatah-Hamas di Kairo


hhams fatah di mesir
Hamas dan Fatah sepakat mengakhiri perpecahan dalam perjuangan di Palestina akhirnya terselenggara di Kairo, Kamis (17/1) malam waktu setempat. Berikut rincian hasil kesepakatan antara Hamas dan Fatah di Kairo, seperti dilansir infopal.com, Jumat (18/1).
1. Komite pengembangan dan pemberdayaan PLO akan mengadakan pertemuan di Kairo pada (9/2) menurut jadwal sebagai berikut:
- Keputusan undang-undang pemilihan dewan nasional Palestina
- Penyusunan komite pemilihan dewan nasional di luar
- Penugasan komite pemilihan pusat untuk mulai pendaftaran di dalam wilayah Palestina untuk menggelar pemilihan dewan nasional.
- Penentuan tempat pelaksanaan pemilihan dewan nasional di luar.
2. Kembali mengaktifkan kerja komite pemilihan pusat di Gaza dan Tepi Barat hingga batas akhir tanggal 30/1
3. Mulai melakukan musyawarah pembentukan susunan pemerintahan baru Palestina hiangga tanggal 30 Januari
4. Mulai mengaktifkan komite pemilihan umum di Gaza dan Tepi Barat hingga batas akhir tanggal 30 Januari.
sumber : REPUBLIKA.CO.ID,

Waspadai Penyakit Pasca Banjir


banjir
Setelah banjir menggenang, biasanya akan banyak penyakit u bermunculan, terutama bila banjir terjadi di negara tropis, demikian BBC News, Kamis.
Tidak hanya penyakit kulit yang mengancam kesehatan para korban banjir, namun beberapa penyakit lain juga akan menyertai bencana ini.
Ancaman penyakit yang seringkali timbul adalah kolera atau infeksi usus akibat air dan makanan terkontaminasi yang menyebabkan diare kronis disertai  muntah. Penyakit ini dapat menyebabkan dehidrasi.
Penyakit lainnya adalah disentri yang menyebabkan mual, diare, penurunan berat badan, nyeri perut dan demam. Disentri disebabkan oleh parasit yang menyerang usus dan menyebabkan infeksi.
Bahaya bakteri E-coli biasanya  cenderung meningkat pascabanjir besar. Gejala yang muncul dan disebabkan bakteri ini adalah diare ringan, kram perut, hingga buang air berdarah.
Air yang menggenang menjadi tempat yang nyaman bagia nyamuk dan  beberapa jenis serangga lain untuk berkembang biak. Pastinya, ini menjadi faktor yang berisiko terjadinya penyakit seperti malaria dan demam berdarah.
sumber : antaranws.com

Rabu, 16 Januari 2013

Membangun Keshalihan Sosial di Atas Keshalihan Individu

Membangun Keshalihan Sosial di Atas Keshalihan Individu
Azwar Iskandar, Alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)

Muqaddimah
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Terdapat ratusan ribu bahkan jutaan masjid dan mushalla yang bertebaran di kota-kota, desa-desa sampai di tempat-tempat pendidikan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan lainnya.

Masjid atau mushallah adalah salah satu simbol keberagamaan umat Islam. Fenomena ritualistik dapat kita dapatkan di sana. Pada saat-saat tertentu fenomena tersebut begitu marak. Pada bulan Ramadan misalnya, tempat-tempat tersebut ramai dihadiri kaum muslimin untuk mengikuti salat tarawih.

Mereka juga menyambut bulan ini dengan berbagai macam agenda di luar puasa yang wajib mereka tunaikan. Mereka banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan mentadabburi Al Qur’an. Berbagai macam ibadah tathawwu’ (tambahan) mereka kerjakan unutuk meraup berkah di bulan ini. Dan pada akhir ramadhan mereka membayar kewajiban zakatnya.

Lain lagi pada musim haji, setiap tahun jumlah kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji mencapai ratusan ribu orang dan kerap melebihi quota yang diberikan. Sedangkan orang – orang yang belum mampu menunaikan haji namun memiliki sedikit kelebihan harta, menyembelih hewan kurban untuk kemudian disalurkan kepada yang lainnya.

Beberapa contoh/fenomena keberagamaan kita di atas dapat memberikan kesan umum bahwa masyarakat muslim di Indonesia adalah masyarakat yang taat beragama sekaligus masyarakat dengan individu-individu yang shalih. Dalam pandangan masyarakat kita umumnya, keshalihan individual menjadi ukuran kualitas keberagamaan seseorang. Atau dapat dikatakan bahwa intensitas seseorang dalam menjalankan ritus-ritus agama menunjukkan nilai keshalihan atau kebaikan pribadinya. Semaikin tinggi intensitasnya maka semakin tinggi pula nilai keshalihan pribadinya.

Dalam ajaran agama Islam, berbagai jenis ibadah yang kita laksanakan tidak hanya terbatas pada dimensi fardiyah saja, tetapi ada dimensi lain sebagai resultan dari ubudiyah itu sendiri yakni dimensi sosial (sebagaimana akan diuraikan nanti). Secara normatif, keshalihan dalam ibadah-ibadah fardiyah seharusnya melahirkan realitas-realitas sosial yang shalih (baik) pula. Akan tetapi realitas Indonesia sampai hari ini adalah sebuah kondisi yang sungguh sangat menyedihkan.

Praktek hidup dan berkehidupan masyarakat memperlihatkan kondisi yang berlawanan dengan norma-norma agama. Realitas Indonesia adalah bangsa dengan kemiskinan yang besar, bangsa dengan tingkat korupsi yang tinggi di dunia, bangsa yang marak dengan kekerasan kemanusiaan, pelecehan seksual, pembunuhan, konflik berdarah, narkoba dan sejumlah pelanggaran lainnya yang terjadi hampir setiap hari dan di banyak tempat.

Kesimpulannya adalah perilaku yang paradoks.
Ibadah individual seperti shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al Qur’an, zikir dan sejenisnya yang bergemuruh itu ternyata tidak atau belum merefleksikan makna keshalihan sosial yang berarti dalam kehidupan masyarakat muslim. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah adakah yang salah dalam pemahaman masyarakat terhadap makna ibadah yang diajarkan agamanya?

Makna Ibadah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Secara syara’ arti ibadah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, adalah istilah yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِµ﴿٥٦﴾µمَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِµ﴿٥٧﴾µإِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُµ﴿٥٨﴾µ

artinya : "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Adz Dzariyat : 56-58).

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala . Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya yakni dengan mengIkhlaskannya karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Jadi, Ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang khusus atau mahdhah saja.

Ibadah Individu dan Sosial
Pemahaman sebagian kaum muslimin saat ini, ketika disebut ibadah maka yang tergambar adalah shalat, puasa, zakat, haji, zikir dan membaca Al Qur’an. Pemahaman ini tentu saja mereduksi secara besar-besaran makna ibadah dalam pengertiannya yang genuine sebagaimana di atas. Ketika Allah menyatakan dalam firmanNya :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَµ﴿١٦٢﴾µ

artinya : "Katakanlah : Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al An’am : 162) ;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِµ﴿٥٦﴾

artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaku” (QS.Al Dzaariyat : 56-58) ;

فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ﴿٦٥﴾µ

artinya : ” ... maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya (QS. Maryam : 65) ;

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ µ﴿٩﴾µ

artinya : ” orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya (QS. Az Zumar : 9)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌµ﴿٢٠٨﴾µ

artinya : ” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 208),

dan ayat-ayat yang lainnya, maka makna ibadah tersebut tidak mungkin hanya berarti shalat, puasa, zakat, haji, berzikir, membaca Al Qur’an dan sejenisnya. Hal ini karena kehidupan yang diciptakan bagi manusia tidak mungkin hanya berurusan dengan hal-hal tersebut saja, melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia seperti ekonomi (berdagang), pertanian, industri, bekerja, mencari ilmu dan sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu sendiri.

Adalah juga aksiomatik bahwa manusia tidak mampu hidup sendiri tanpa orang lain yang membantu dan menolong. Dan semua itu merupakan hal-hal yang niscaya dan menjadi bagian dari misi agama Islam yang dengannya kita beribadah. Maka, tataran ibadah dalam aplikasinya tidak hanya terbatas pada aspek individual, tetapi juga pada aspek sosial. Yang kemudian kita istilahkan sebagai ibadah individual dan ibadah sosial.

Kualifikasi Kesalihan .
Tingkat keshalihan individu (pribadi) seorang muslim bisa diukur dari sejauh mana kualitas ibadah individu yang ia kerjakan. Kualitas ini dapat dilihat dari sejauh mana ia menjaga dan memperbaharui agar ibadahnya dikerjakan dengan penuh keikhlasan, sesuai dengan sunnah (ittiba’) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, memahami dalil-dalil yang mendasari ibadah sesuai dengan apa yang dipahami oleh generasi awal (salaf) terbaik umat ini dan istiqomah dalam menjalankannya.

Dalam hadits yang cukup panjang, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga menyebutkan aspek kualitatif sebuah ibadah dapat dilihat dari sejauh mana ia bersikap ihsan , yaitu sikap dalam beribadah seolah-olah ia melihat Allah dan jika tidak bisa –dan memang tidak bisa- seperti itu maka ia yakin bahwa Allah melihatnya.

Jika tahapan seperti ini mampu dilalui maka bisa dikatakan bahwa secara pribadi ia telah memiliki kualifikasi keshalihan individu.

Sebagaimana yang kita ketahui, Islam adalah agama yang ditujukan untuk memberikan rahmat bagi semesta alam. Dan misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al Anbiya’ : 107).

Rahmat dalam pengertian menebarkan kasih sayang dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sesama makhluk ciptaanNya. Sehingga tentunya keshalihan yang bersifat pribadi seperti di atas belumlah cukup. Ada kualifikasi kesalihan lain yang harus dimilki untuk menjalankan misi tersebut yakni kesalihan sosial.

Efek Ganda Kesalihan Individu
Nash-nash syar’i yang berkaitan dengan urusan ibadah individual selalu memperlihatkan fungsi dan tugas ganda. Di satu sisi ia merupakan cara manusia untuk bertaqarrub kepada Allah Sang Khalik, menjadi media untuk tazkiyah an-nafs dan membebaskan diri dari ketergantungannya kepada selainNya. Tetapi pada saat yang sama ia juga berimplikasi secara horisontal dalam melakukan tanggungjawab sosial dan kemanusiaan.
Dalam hal shalat misalnya, Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman :

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِيµ﴿١٤﴾µ

artinya : “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha : 14);

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِµ﴿٤٥﴾

artinya :“Sesunguhnya shalat mencegah manusia dari berbuat keburukan dan kemungkaran”. (QS. Al Ankabut : 45).

Shalat melatih manusia untuk selalu merasa dalam pengawasan Allah (muroqobah) sehingga dalam kehidupan sehari-hari juga akan merasa diawasi oleh Allah sehingga akan takut untuk melakukan perbuatan kejahatan.

Hal ini juag diungkapkan dalam firmanNya, artinya : “Apakah kamu mengetahui orang yang mendustakan agama?. Itulah orang yang tidak perduli terhadap anak yatim, tidak memberikan makan kepada orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yakni orang yang riya dan orang yang tidak mau memberikan sesuatu yang berguna (bagi orang lain)”. (QS. Al Ma’un : 5 – 7).

Maka dengan demikian semakin baik shalat seseorang (seharusnya) semakin baik pula amal sosialnya, semakin peka terhadap persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakatnya dan tidak menimbulkan keburukan dan kerusakan bagi sesamanya.

Puasa, di samping merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala, ia juga merupakan cara bagi diri manusia untuk dapat mengendalikan kecenderungan-kecenderungan egonya yang seringkali menuntut dan mendesakkan kehidupan hedonistik.

Dalam Al Qur’an dinyatakan dengan sangat jelas bahwa puasa ramadhan diwajibkan kepada orang-orang yang beriman sebagai cara untuk membentuk dan melahirkan pribadi-pribadi yang bertaqwa.(Q.S. Al Baqarah 183). Pribadi yang bertaqwa adalah pribadi yang selalu menjaga diri dari menyakiti orang lain, menghalangi dan merampas hak-hak orang lain pada satu sisi, dan pribadi yang menyayangi, mengasihi dan menghormati hak-hak orang lain.

Zakat, dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai cara membersihkan diri dari kesalahan dan dosa, aksi pemberian makan bagi orang-orang miskin dan orang-orang yang menanggung beban hidup yang berat, yang tertindas dan yang menderita lainnya. Dalam bahasa yang lebih umum zakat merupakan bentuk paling nyata dalam mewujudkan solidaritas sosial dan kemanusiaan.

Haji, di samping dimaksudkan sebagai bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah Azza Wa Jalla dan tanpa reserve, ia juga melambangkan kesatuan, kesetaraan dan persaudaraan umat manusia sedunia.

Dimensi Kesalihan Sosial
Dimensi kesalihan sosial dalam Islam sesungguhnya jauh lebih luas dan lebih utama dibandingkan dengan dimensi kesalihan invidu. Dalam teks-teks fiqh klasik kita dapat melihat bahwa bidang ibadah individu merupakan satu bagian dari banyak bagian atau bidang keagamaan lain seperti Mu’amalah , Hukum Keluarga (Al Ahwal Al Syakhshiyyah), Jinayat (pidana), Qadha (peradilan) dan Imamah (politik).

Dan terkadang kesalihan sosial yang memiliki dimensi yang lebih luas lebih utama dibanding kesalihan individu atau personal. Dalam sebuah kaedah fiqh disebutkan : Al Muta’addi Afdhal Min Al Qashir (Amal ibadah yang membawa efek lebih luas lebih utama daripada amal ibadah yang membawa efek terbatas).
Dari sisi lain, keshalihan individual selalu menuntut lahirnya efek-efek keshalihan sosial. Ketika ritus-ritus personal tersebut (ibadah individual) tidak melahirkan efek keshalihan sosial dan kemanusiaan, apalagi melahirkan sikap-sikap hidup negatif atau destruktif terhadap kepentingan sosial kemasyarakatan, maka untuk tidak mengatakan sebagai kesia-siaan, maka ia dapat dikatakan sebagai sebuah kebangkrutan dalam agama.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah menyinggung persoalan ini dalam sabdanya : “Apakah anda tahu siapa orang yang bangkrut?. Para sahabat nabi mengatakan :orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak punya uang dan harta benda. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan-amalan ibadah shalat, puasa dan zakat. Tetapi pada saat yang sama ia juga datang sebagai orang yang pernah mencacimaki orang lain, menuduh orang lain, makan harta orang lain, mengalirkan darah orang lain, memukul orang lain. Maka orang-orang lain tersebut (korban) akan diberikan pahala kebaikan dia (pelaku/al muflis). Ketika seluruh kebaikannya habis sebelum dia dapat menebusnya, maka dosa-dosa mereka (para korban) akan ditimpakan kepadanya (pelaku), kemudia dia akan dilemparkan ke dalam api neraka”. (HR.Muslim dan Tirmizi dari Abu Hurairah).

Dalam hadits disebutkan bahwa ibadah individual seperti shalat (berjamah) dapat dipercepat ketika seorang imam mengetahui ada makmum yang lemah, orang tua atau sakit.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda : “Jika seseorang menjadi imam shalat bagi orang lain, maka hendaklah mempercepat shalatnya, karena di antara para makmum boleh jadi ada orang yang lemah, orang yang sakit dan orang tua. Jika dia shalat sendirian maka ia berhak berlama-lama”.( HR. Bukhari dan Muslim).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga pernah bersabda : ”Aku betul-betul ingin shalat berlama-lama. Tetapi aku kemudian mendengar tangisan seorang bocah. Maka aku segerakan shalatku karena aku tidak ingin menyusahkan ibunya”. (HR. Bukhari).

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, seorang pengemis dengan susah payah datang memasuki Masjid Nabawi di Madinah. Sayang, ia hanya melihat orang-orang melaksanakan shalat dengan khusyuk.

Didorong rasa lapar yang kuat, akhirnya ia meminta-minta kepada orang-orang yang sedang shalat. Hasilnya nihil. Hampir putus asa, ia mencoba menghampiri seseorang yang khusyuk melakukan rukuk. Kepadanya ia minta belas kasihan. Ternyata kali ini ia berhasil. Orang itu memberikan cincin besinya kepada pengemis itu.Tidak lama setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memasuki masjid. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melihat pengemis itu lalu mendekatinya dan terjadilah percakapan :
"Adakah orang yang telah memberimu sedekah?"
"Ya, alhamdulillah."
"Siapa dia?"
"Orang yang sedang berdiri itu,'' kata si pengemis sambil menunjuk dengan jari tangannya."
"Dalam keadaan apa ia memberimu sedekah?"
"Sedang rukuk!"
"Ia adalah Ali bin Abi Thalib," kata nabi. Ia lalu mengumandangkan takbir dan membacakan ayat, "Dan barang siapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama Allah) itulah yang pasti menang." (QS. Al-Maidah: 56).

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kisah tersebut di atas adalah faktor yang menjadi sebab turunnya ayat sebelumnya, yaitu "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (Al-Maidah: 55). Asbabun Nuzul ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Shufyan Ats-Tsauri.

Dalam kisah tersebut kita dapat melihat bagaimana nabi memberikan penghargaan tinggi kepada Ali bin Abi Thalib karena tindakannya yang terpuji. Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan tindakannya itu sebagai sebab turunnya suatu ayat. Ali radhiallahu ‘anhu telah membuktikan bahwa keshalihan dirinya bukan hanya pada taraf untuk dirinya atau sebatas keshalihan ritual saja, tetapi ia wujudkan dalam dimensi keshalihan yang lain, yaitu keshalihan sosial.

Penutup
Akhirnya, kaum muslimin saat ini mesti melangkah lebih progresif membangun keshalihan sosial di atas keshalihan individu. Kedangkalan aqidah, maraknya bid’ah dan khurafat sampai pada kemiskinan, keterbelakangan, dan sejumlah krisis lain yang tengah menghimpit bangsa kita tampaknya tidak cukup hanya diatasi dengan melakukan ibadah-ibadah individual saja, tetapi juga dengan perjuangan meningkatkan kecerdasan, penegakan hukum dan keadilan, solidaritas sosial dan membebaskan penderitaan masyarakat.

Sejarah kehidupan generasi awal (salaf) umat ini memperlihatkan kepada kita bahwa mereka tidak pernah melakukan dikotomisasi antara ibadah individual dan ibadah sosial. Malam-malam mereka adalah malam-malam yang khusyuk dalam sujud dan tilawah Al Qur’an, sementara siang hari mereka adalah langkah-langkah gemuruh kaki kuda dan kerja-kerja kemanusiaan. Seluruh perjuangan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil dan menegakkan martabat kemanusiaan adalah ibadah, pengabdian kepada Allah Azza Wa Jalla.
Wallahu A’lam.

[Dari berbagai sumber].
Biodata Ringkas Pengirim :
Azwar Iskandar, Alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). E-Mail : azwar.iskandar@gmail.comAlamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. . Web/Blog : http://al-munir.com / http://azwariskandar.blogspot.com
.

Kekuatan Ukhuwah Islamiyah

Kekuatan Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah Islamiah (persaudaraan Islam) adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.

Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Saw. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia kurang dari setengah abad.

Pada abad ke-15 Hijriah ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan kejayaan umat Islam.
Kedudukan Ukhuwah dalam Islam
Ukhuwah Islamiah adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang menciptakannya. Allah berfirman,
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
"...Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara..." (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah pemberian Allah. Ia berfirman,
لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
"...Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka... (QS: Al-Anfal: 63)"
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
"...Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu." (QS: Ali Imran: 103).

Selain nikmat dan pemberian, ukhuwah juga kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Rasulullah Saw. bersabda,

"مثل المؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم، كمثل الجسدِ الواحدِ، إذا اشتكى منه عضوٌ، تداعى له سائرُ الأعضاء بالسهر والحمى"
"Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya." (HR. Imam Muslim).

Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiah akat tetap kokoh. Rasulullah Saw. bersabda,
"المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا"
"Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya." (HR. Imam Bukhari).

Ukhuwan tak bisa dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara jiwa dan jiwa, ikatan hati dan hati. Dan ukhuwah merupakan karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang saleh. Rasulullah Saw. bersabda,
"المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف"
"Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis."

Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
إنما المؤمنون إخوة
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10)."

Artinya, mukmin itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah berfirman,
الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS: Al-Zukhruf: 67).

Keutamaan Ukhuwah Islamiah

Dari ukhuwah Islamiah lahir banyak keutamaan, pahala, berpengaruh positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang terikat dengan ukhuwah Islamiah memiliki banyak keutamaan, diantaranya:

1. Mereka merasakan manisnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya. Rasulullah Saw. bersabda,
"ثلاثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود إلى الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يُقذف في النار"
"Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka." (HR. Imam Bukhari).

2. Mereka berada di bawah naungan cinta Allah, dilindungi Arasy Al-Rahman. Di akhirat Allah berfirman,
"أين المُتحابُّون بجلالي، اليومُ أُظِلُّهم في ظلي يوم لا ظلَّ إلا ظِلي"
"Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku." (HR. Imam Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda,
"إن رجلاً زار أخًا له في قرية أخرى، فأرصد الله تعالى على مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا، فلما أتى عليه، قال: أين تريد؟ قال: أريد أخًا لي في هذه القرية، قال: هل لك من نعمة تَرُبُّها عليه؟ قال: لا، غير أنني أحببته في الله تعالى، قال: فإني رسول الله إليك أخبرك بأن الله قد أحبَّك كما أحببْتَه فيه"
"Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, "Mau kemana?" Orang tersebut menjawab, "Saya mau mengunjungi saudara di desa ini." Malaikat bertanya, "Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?" Ia menjawab, "Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah." Malaikat pun berkata, "Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya." (HR. Imam Muslim).

3. Mereka adalah ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda,
"من عاد مريضًا، أو زار أخًا له في الله؛ ناداه منادٍ بأنْ طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ، وتبوَّأتَ من الجنةِ مَنْزِلاً"
"Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, 'Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga." (HR. Imam Al-Tirmizi).
Rasulullah Saw. bersabda,
"إن حول العرشِ مَنابِرَ من نورٍ، عليها قومٌ لِبَاسُهم نورٌ، ووجوهُهم نورٌ، ليسوا بأنبياءَ ولا شهداءَ، يَغبِطُهم النبيُّونَ والشهداءُ". فقالوا: انعَتْهم لنا يا رسول الله. قال: "هم المتحابُّون في الله، والمتآخون في الله، والمُتزاوِرُون في الله" الحديث أخرجه الحافظ العراقي في تخريجه للإحياء وقال: رجاله ثقات (2/198) عن أبي هريرة رضي الله عنه.
"Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah." Para sahabat bertanya, "Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah." (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).

4. Bersaudara karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan hamba dengan Allah.
وقد سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان، فقال: "أن تحب لله وتبغض لله...". قيل: وماذا يا رسول الله؟ فقال: "وأن تحب للناس ما تحب لنفسك، وتكره لهم ما تكره لنفسك"
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, "...Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah..." Kemudian Rasul ditanya lagi, "Selain itu apa wahai Rasulullah?" Rasul menjawab, "Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri." (HR. Imam Al-Munziri).

5. Diampunkan Dosa. Rasulullah Saw. bersabda,
"إذا التقى المسلمان فتصافحا، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة
"Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon." (Hadis yang ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha'if).

Syarat dan Hak Ukhuwah
1. Hendaknya bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri tegar di hadapan konspirasi pemikiran dan militer yang menghujam agama dan akidah umat. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya..." (HR. Imam Bukhari).

2. Hendaknya saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah maupun susah. Rasul bersabda, "Muslim adalah saudara muslim, ia tidak mendhaliminya dan tidak menghinanya... tidak boleh seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka adalah yang memulai mengucapkan salam." (HR. Imam Muslim).

3. Memenuhi hak umum dalam ukhuwah Islamiah. Rasul bersabda,
"حق المسلم على المسلم ست: إذا لقيه سلَّم عليه، وإذا عطس أن يشمِّته، وإذا مرض أن يعُوده، وإذا مات أن يشيعه، وإذا أقسم عليه أن يبرَّه، وإذا دعاك فأجِبْه"
"Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya." (HR. Imam Muslim).

Contoh Penerapan Ukhuwah Islamiah

1. Rasul mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Aus dan Khazraj. Saat itu Rasul menggenggamkan tangan dua orang, seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar. Rasul berkata pada mereka, "Bersaudaralah karena Allah dua-dua."
Maka Rasulullah mempersaudarakan antara Sa'ad bin Rabi' dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu, Sa'ad langsung menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman, memberikan salah satu dari dua rumahnya. Bahkan ia siap menceraikan salah satu istrinya supaya bisa dinikahi oleh Abdurrahman.
Pemuliaan keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, "Biarkanlah harta, rumah, dan istrimu bersamamu. Tunjukkanlah aku pasar." Maka Abdurrahman meminjam uang dari Sa'ad, sehingga Allah membukakan pintu-pintu rizki baginya, sehingga Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat kaya.
Allah berfirman, "Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madiah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah pada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang diperlihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS: Al-Hasyr: 8-9).

2. Setelah perang Badar, kaum Muslimin menawan 70 orang musyrikin. Salah seorang dari kaum musyrik itu bernama Aziz, saudara kandungnya sahabat Rasul bernama Mus'ab bin Umair.
Ketika Mus'ab melihat saudara kandungnya, ia berkata pada saudaranya yang muslim, "Kuatkanlah ikatannya. Mintalah uang darinya sesukamu, karena ibunya memiliki banyak uang." Dengan terkejut Aziz berkata, "Apakah seperti ini wasiatmu atas saudaramu?" Mus'ab berkata, "Kamu bukan saudaraku, akan tetapi dia (sambil menunjuk seorang Muslim)." Ini menunjukkan bahwa ukhuwah atas dasar agama lebih kuat dari hubungan darah.

3. Pernah seorang sahabat Rasulullah memberikan segelas air kepada salah satu teman-temannya yang sedang mengembala kambing. Temannya tersebut memberikan air kepada teman kedua. Yang kedua memberikan kepada yang ketiga. Begitulah seterusnya, hingga air tersebut kembali pada yang memberikan air pertama kali, setelah tujuh kali air itu berpindahan tangan.

4. Salah seorang sahabat Rasul bernama Masruq memiliki hutang yang banyak. Namun karena saudaranya bernama Khaitsamah juga berhutang, maka Masruq membayar hutang Khaitsamah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan Khaitsamah, mengetahui saudaranya masruq memiliki hutang yang banyak, ia pun membayarnya tanpa sepengetahuannya Masruq.
Semoga Allah menjadikan kita saling bersaudara karena-Nya.
(Oleh : Prof. Dr. Ahmad Abdul Hadi Syahin/eramuslim.com)

Apa yang Menghalangimu untuk Tersenyum???

Apa yang Menghalangimu untuk Tersenyum???
Apa yang menghalangimu untuk tersenyum saat engkau bertemu dengan orang lain?  padahal ia sangat mudah bagimu,dan engkau pun  mengetahui bahwa tersenyum kepada saudaramu adalah sedekah.sebagaimana Rasulullah bersabda “senyummu kepada saudaramu adalah sedekah”.

Juga engkau mengetahui bahwa tersenyum tidak membutuhkan biaya darimu,bahkan tidak membutuhkan tenaga dari kekuatanmu, ia hanya menggunakan beberapa otot di wajahmu…

Saudaraku…
Senyummu kepada saudaramu adalah kesejukan,seperti kesejukan embung membasahi dedaunan,senyummu adalah obat penawar bagi hati-hati yang bersedih, pemberi semangat bagi jiwa-jiwa yang lesu,jangan engkau  memandang enteng  amal ini

Saudaraku…
Cobalah renungkan, andai  anda berada di tempat yang asing, tidak ada keluarga dan sanak famili, tidak ada kenalan dan sahabat, tidak ada seorangpun yang bisa tersenyum dan menyapa padamu…bagaimana perasaan mu saat itu?

Atau di saat anda dalam keadaan bersedih, atau sakit…lalu semua orang malah cemberut padamu?bagaimana perasaanmu saat itu?tentu engkau akan merasa semakin sedih dan semakin sakit, padahal obat dari dokter tidak pernah kurang, buah-buah  dan makanan   lainnya  selalu terhidang dikamarmu …lalu apa yang engkau harapkan ???diantara yang anda harapkan adalah senyuman

Wahai saudaraku tercinta…
Jika anda seorang Ayah atau Ibu,maka hadiah pertama yang engkau berikan saat anak anda membuka matanya saat ia terbangun dari tidurnya adalah senyuman manis,kemudian ucapkan selamat dan syukur kepadanya seraya menuntunnya untuk membaca doa bangun tidur, sedekahkanlah senyum padanya sebelum anda mensedekahkan segelas susu untuknya, dan ini akan menjadi hadiah terindah untuknya sebelum hadiah yang lainnya.

Jadikanlah senyum ini sebagai hiasan di setiap sudut dan ruangan dalam ruas-ruas waktu anda

Jika anda adalah suami bagi istrinya,maka jangan anda kikir kepadanya.bahkan tersenyum kadang menjadi barang yang sangat langkah,sampai kadang istri harus menunggu dalam waktu yang lama untuk mendapatkan senyummu.

Wahai saudaraku…
Bukankah engkau telah mengetahuinya bahwa setiap hari istrimu harus bangun sebelum anda dan anak-anak anda terbangun?dia harus mempersiapkan segalanya dalam waktu yang bersamaan.Menyiapkan sarapan,pakaian dan membersihkan rumah.Dia melakukannya sendiri karna mungkin anak-anaknya masih kecil-kecil dan banyak…belum berhenti sampai di sini, karna dia harus mengantar anak-anaknya pergi sekolah berjalan kaki, dia kembali sesudah itu dengan setumpuk pekerjaan di rumahnya,memasak,mencuci,menyetrika dan lain-lain.
Lalu dimana anda saat itu?

Saudaraku, jika dalam segenap kepenatannya engkau datang dan tersenyum padanya, rasanya semua kelelahan seharian bekerja itu akan hilang seketika, karena senyummu untuknya seperti air segar yang mengguyur tenggorokannya dan segera memberi kesegaran dalam seluruh tubuhnya. Semangatnya bangkit kembali, seakan tak terasa beban-beban dalam hidupnya walau sebenarnya ia harus peras keringat dan banting tulang.

Saudariku…
Jika anda seorang Istri maka kado termahal untuk suami anda adalah senyumanmu…

Suami anda akan keluar rumah dengan harap-harap cemas kemana ia harus mencari rezeki untuk anak-anaknya.diluar beliau akan bertgelut dengan kemacetan,kekerasan dan persaingan,ditempat kerja ia harus bertahan dengan segala omelan atasan.atau pusing dengan ulah karyawan atau bawahan…bingun denga 1001 masalah yang dihadapinya…

Wahai saudariku...
Maka jika ia pulang jadikan rumahmu seperti sorga baginya….jadikan senyummu sebagi hiburan untuknya…jadikan  ia senang memandangmu dengan senyummu yang manis, bahkan engkau mampu membuatnya tersenyum karena kecantikan wajahmu, kebersihan pakaianmu dan kepintaramu berhias di hadapannya….senyummu mampu menghilangkan segala kegundahan dan kegalauan berfikirnya, jika engkau tersenyum padanya berarti engkau telah bersedekah sebelum engkau menyedekahklan yang lainya untuk suamimu…..

Saudaraku…apa yang menghalangimu….???
Jika anda seorang anak maka pandai pandailah berterima kasih kepada kedua orang tuamu

Berikan apa yang merupakan haknya, berikan cinta sepenuh hati untuk keduanya,jangan engkau menelantarkannya karena ia termasuk dosa besar..jangan menghardiknya dan membantahnya..dan berlemah lembutlah kepadanya…jadikanlah senyum sebagai hiasan wajahmu saat keduanya memandang wajahmu atau engakau memandang wajah keduanya…

Wahai saudaraku…
Saat  engkau berada dalam kandungannya, ibumu selalu tersenyum padamu walau engkau tidak mengetahuinya, berbicara padamu walau engkau tidak mendengarkannya, bahkan keduanya telah menyiapkan nama untukmu walau ia belum mengetahui jenis kelaminmu…

Bajumu, ayunanmu, ranjang kecil lengkap dengan kelambu dan bantal-bantalnya telah siap menunggu kelahiranmu….

Saudaraku….di saat lahirmu…ibumu tersenyum dalam rasa sakitnya yang mendalam….

Iya tersenyum  bahagia dengan kehadiranmu, beribu kali ia harus mengucap syukur dengan keselamatamu…..

Saudaraku….
Saya tidak dapat menulis setiap senyum kedua orang tuamu dalam setiap tahapan usiamu…karena saya tidak mampu menulis semuanya. Saya kira engkau pasti sudah mengetahuinya apa lagi bagi anda yang sudah menjadi orang tua terhadap anak-anaknya hari ini.
Apa yang kutuliskan untukmu kali ini  hanyalah sebagian kecil saja dari apa yang seharusnya tertulis.

Saudaraku…
Jika anda seorang tetangga, mana senyum untuk tetanggamu
Jika anda seorang guru,mana senyum untuk murid-muridmu
Jika anda seorang murid, mana senyum untuk gurumu
Jika anda seorang direktur, mana senyum untuk karyawanmu
Jika anda seorang  Da’i,mana senyum untuk mad’u anda
Jika anda seorang dokter,mana senyum untuk  pasien anda
Jadi apa yang menghalangimu untuk tersenyum???

Saudaraku…
Tersenyumlah  sebelum datang saatnya anda ingin selalu tersenyum tapi anda sudah tidak bisa melakukannya.Semoga bermanfaat untuk keluarga besarku dan semua saudaraku

(Catatan:Tersenyum itu lebih gampang ketimbang cemberut, karena otot yang digunakan untuk tersenyum lebih sedikit daripada cemberut, Seperti dikutip dari Howstuffworks (4/12/2010):beberapa ahli menyatakan dibutuhkan 43 otot untuk cemberut  dan hanya 17 otot untuk tersenyum.Subhanalloh)

(From:Jakarta, abu_abdillah3166@yahoo.comAlamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. )