(al-Fikrah No. 12 Tahun X/15 Rabi’ul Akhir 1430H
Siapa yang bisa hidup tanpa utang? Ungkapan ini sering kali terdengar ketika kita berbicara tentang utang piutang.Memang, gaya
hidup masa kini, ditambah berbagai persoalan yang membelit, membuat
kita seolah tak bisa lepas dari praktik berutang—dalam berbagai bentuk.
Baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk kepentingan usaha.
Namun,
tidak banyak orang yang menyadari konsekuensi berat bagi pengutang.
Risiko yang akan ditanggung—terutama di akhirat—bila utang itu kelak tak
terbayar pun, tak banyak digubris.
Edisi kali ini, mengajak kita untuk menyadari konsekuensi dan risiko utang tersebut.
1. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam enggan menyalatkan jenazah orang yang berutang
Suatu ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mendatangi jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan, maka beliau bersabda, “Shalatkanlah teman kalian, karena sesungguhnya dia memiliki utang.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Apakah teman kalian ini memiliki utang?” Mereka menjawab, “Ya, dua dinar.” Maka Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mundur seraya bersabda, “Shalatkanlah teman kalian!” Lalu Abu Qatadah berkata, “Utangnya menjadi tanggunganku”. Maka Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Penuhilah (janjimu)!” Lalu beliau kemudian menyalatkannya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
2. Jiwa orang berutang terkatung-katung
Dari Abu Hurairah t ia berkata, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
] نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ [
"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena utangnya, sampai ia dibayarkan." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Al Imam Ash-Shan’ani—rahimahullah—berkata,
“Jika hutang yang dimaksud di sini adalah hutang yang didapatkan dengan
keridhaan dari pemilik/peminjamnya, lalu bagaimana dengan harta yang
didapatkan dengan mengambil tanpa izin, merampas atau dengan merampok?”
3. Dosa utang para syuhada pun tidak diampuni
Dari Abdullah bin 'Amr Radiallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
] يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ [
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali utang." (HR. Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Demi
jiwaku yang berada di Tangan-Nya! Seandainya ada seorang laki-laki
terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh
lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki
utang, sungguh ia tidak akan masuk surga sampai utangnya dibayarkan." (HR. An-Nasa'i, hadits hasan).
Bayangkan,
para syuhada—orang-orang yang mati syahid dalam jihad fi
sabilillah—yang diampuni dosa-dosanya sejak tetes darah pertama mereka,
ternyata tidak menjadikan mereka aman dari dosa utang. Lalu bagaimana
dengan kita yang belum tentu meninggal sebagai seorang syuhada?
Jangan Berutang Kecuali karena Terpaksa
Pada
kenyataannya, banyak orang yang berutang untuk bisa merayakan lebaran
layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta pernikahan dengan
mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit
mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dan sebagainya. Dan yang
lebih ironi lagi, ada yang sampai berutang hanya untuk acara selamatan
keluarganya yang meninggal karena malu kepada para tetangga jika tidak
mengadakannya, atau jika makanannya terlalu sederhana.
Aisyah—radhiyallahu 'anha—berkata, "Nabi
Sallallahu Alaihi Wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan
tempo dan beliau memberi jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari).
Ibnul Munayyir berkata, "Seandainya beliau r ketika itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan pembayarannya." (Fathul Bari, 5/53).
Bertakwalah kepada Allah Sebelum dan Ketika Berutang
Allah Subhana Wata’ala berfirman, artinya,
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah maka akan diberikan kemudahan urusannya." (QS. Ath-Thalaq: 4).
Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِثْلاَفَهَا أَثْلَفَهُ اللهُ
"Barangsiapa
mengambil harta orang (berutang), dan ia ingin membayarnya, niscaya
Allah akan menunaikannya. Dan barangsiapa berutang dengan niat
menghilangkannya (tidak membayarnya), niscaya Allah membuatnya binasa." (HR. Al-Bukhari).
Dalam hadits lain Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak membayarnya, niscaya ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri." (HR. Ibnu Majah).
Jangan Termakan oleh Paham yang Menyesatkan
Sebagian
orang ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki utang adalah
orang yang diragukan kejantanannya. Bahkan mereka mengolok-olok kawannya
yang memiliki utang sedikit.
Syaikh
Muhammad Al-Utsaimin, berkata, "Tidak diragukan lagi, ini adalah
keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang tergantung pada utangnya. Siapa
yang tidak memiliki utang maka dia adalah orang mulia dan siapa yang
memiliki utang maka dialah orang yang hina. Karena sewaktu-waktu orang
yang mengutanginya bisa menuntut dan memenjarakannya. Ia adalah orang
yang sakit dan menginginkan semua orang sakit seperti dirinya. Karena
itu, orang yang berakal tidak perlu mempedulikannya."
Berlindung kepada Allah dari Tidak Bisa Membayar Utang
Rasululah r senantiasa memperbanyak do'a,
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسْلِ
وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
"Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari
kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari tidak
mampu membayar utang dan dari penguasaan orang lain." (HR. Bukhari).
Dari Aisyah, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dalam shalatnya berdo'a, "Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari dosa dan utang." Maka seseorang bertanya, 'Wahai Rasulullah, betapa sering engkau berlindung dari utang? Maka beliau menjawab, 'Sesungguhnya bila seseorang itu berutang akan berdusta dan berjanji tetapi ia pungkiri." (Muttafaq ‘alaih).
Jangan Membebani Diri Melebihi Kemampuan
Sebagian
orang ada yang memaksakan diri, misalnya pergi haji dengan menjual
rumah atau sawah tempat penghasilannya sehari-hari, sehingga sekembali
dari haji ia menjadi orang yang terlunta-lunta dan sengsara. Padahal Allah berfirman, artinya, "Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya." (QS. Al-Baqarah: 286).
Bahkan dalam masalah haji, secara khusus Allah Subhana Wata’ala berfirman, artinya, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu atas orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imran: 97).
Mempertimbangkan Untung-Rugi Sebelum Berusaha
Sebagian
orang begitu melihat kawannya sukses dengan usaha tertentu serta merta
ia terjun di bidang yang sama. Tidak diragukan lagi bahwa semua ada
dalam taqdir Allah, tetapi membuka usaha tanpa pertimbangan matang
adalah salah satu sebab kerugian dan terjerat utang.
Menyikapi para Pengutang
Jangan
risih untuk menagih piutang Anda. Sebab bisa jadi orang yang berutang
tersebut lupa untuk membayarnya. Atau dia mampu untuk melunasi utangnya,
namun terus menunda pembayarannya. Maka orang tersebut seperti yang
digambarkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam,
"Penundaan seorang yang mampu adalah kezaliman." (HR. Jama'ah).
Mungkin
Anda sangat butuh uang tersebut, tapi muncul pula perasaan tidak enak
untuk menagih karena dia adalah teman dekat Anda. Namun syariat ini
tidak dibangun di atas perasaan-perasaan. Menyikapi hal ini, kita perlu
mengingat sabda Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam,
] انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا [
“Tolonglah saudaramu, yang zhalim maupun yang terzhalimi.” (HR. Bukhari).
Menunda
pelunasan utang—padahal dia mampu, adalah kezhaliman. Maka dengan
mengingatkan utangnya, berarti Anda telah membantu saudara Anda untuk
meninggalkan kezhaliman.
Orang
yang mampu, yang memperlambat penunaian hak yang menjadi kewajibannya
haruslah dihukum. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Penundaan orang yang sudah berpunya (mampu membayar) menghalalkan harga dirinya dan menghalalkan penimpaan hukuman kepadanya.” (HR. Bukhari secara mu’allaq, dinyatakan hasan oleh Al Albani).
Tapi,
jika ternyata orang yang Anda beri pinjaman betul-betul tidak memiliki
kemampuan untuk membayar, maka Anda pun perlu merenungkan sabda
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, “Barangsiapa meringankan utang orang yang berutang atau membebaskannya maka ia berada di bawah naungan ‘Arsy pada hari Kiamat.” (HR. Muslim).
Utang
adalah kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Karenanya,
banyak orang menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut
bertemu dengan orang yang mengutanginya.
Program Membayar Utang
Di
antara hal yang membantu menyelesaikan utang adalah membayarnya secara
berkala. Bayarlah pinjaman itu berangsur dan jangan menganggap remeh
karena sedikit yang dibayarkan. Hal ini insya Allah akan membantu
menyelesaikan utang secepatnya.
Wallahu A’laa wa A’lam
Referensi: Jangan Gampang Berutang, oleh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin dan ‘Adil bin Muhammad Al ‘Abdul ‘Ali.
0 komentar:
Posting Komentar